Tuesday, February 4, 2014

Bersin istimewa

Kisah Paman kami KH AL-Ny. Hj. SNA, Kedunglumpang, Salaman, Magelang.
Dalam sebuah perjalanan kereta api dari Jakarta ke Yogyakarta, tahun 1980-an; pemuda itu bersin di kursinya. Diapun bertahmid, "AlhamduliLlah."
Dari seberang tempat duduknya terdengar suara lirih namun tegas, "YarhamukaLlah."
Maka diapun menjawab, "YahdikumuLlah, wa yushlihu baalakum", lalu menoleh. Yang dia lihat adalah jilbab putih, yang wajahnya menghadap ke jendela.

Ini tahun 1980-an. Jilbab adalah permata firdaus di gersangnya dakwah. Dan ucapan "YarhamukaLlah" adalah ilmu yang langka. Keduanya terasa surgawi.
Maka bergegas, disobeknya kertas dari buku agenda & diambilnya pena dari tasnya. Disodorkannya pada muslimah itu. "Dik", ujarnya, "Tolong tulis nama Bapak Anda & alamat lengkapnya." Gadis itu terkejut. "Buat apa?", tanyanya dengan wajah pias lagi khawatir. "Saya ingin menyambung ukhuwah & thalabul 'ilmi kepada beliau", ujar sang pemuda. "Amat bersyukur jika bisa belajar dari beliau bagaimana mendidik putra-putri jadi Shalih & Shalihah." Masih ragu, gadis itupun menuliskan sebuah nama & alamat. "Kalau ada denahnya lebih baik", sergah si pemuda.

Tamayyu'

MEWASPADAI VIRUS TAMAYYU

Interaksi sosial adalah keniscayaan dalam berdakwah. Menjadi tuntutan bagi para da’i untuk terjun di tengah-tengah masyarakat, melakukan kontak dan komunikasi dengan sebanyak mungkin manusia. Melalui interaksi sosial tersebut diharapkan akan banyak individu atau masyarakat yang merasa tertarik dan mau melaksanakan nilai-nilai yang diajarkan oleh para da’i, sehingga sikap, tindakan, dan tingkah laku individu dan masyarakat tersebut terwarnai oleh nilai-nilai ajaran Islam.

Ada satu hal yang harus diwaspadai oleh para da’i dalam melakukan interaksi sosial, terlebih lagi jika kontak dan komunikasi sosial tersebut dilakukan dalam lingkungan
masyarakat yang memiliki karakter, budaya, nilai, ideologi, dan agama yang berbeda, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mereka perjuangkan. Dalam kondisi seperti itu para da’i harus berhati-hati dan menjaga diri dari serangan virus tamayyu’ (pencairan), yakni kondisi dimana seorang da’i malah terpengaruh oleh gaya, pemikiran,
kebiasaan, budaya, ideologi yang dimiliki oleh individu atau masyarakat yang didakwahinya; lalu secara lambat laun mulai meninggalkan idealisme yang dianutnya. Naudzubillahi mindzalik…

Ulama pun Menangis

Dari Faizah Nawawi:
Ketika Syaikh Bin Baz menangis -semoga Allah merahmati bliau-
Ketika Syaikh Bin Baz -rahimahullah- menafsirkan firman Allah ( Dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah (Ka'bah) bersama Ismail, seraya mereka berdo'a " Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui )
5 menit lebih syaikh menangis, dan bliau hanya berkata : " Perintah khusus (membangun Ka'bah), kepada hamba yg khusus (Ibrahim dan Ismail), dengan amaln khusus (membangun Ka'bah), di tempat yang khusus (Makkah), Namun mereka tetap meminta kpd Allah untuk diterima amalannya"
Syaikhpun menangis.
Subhanallah, Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail adalah Nabi dan Hamba pilihan, mereka melkukan satu amlan besar yg hingga hari ini masih dilihat hasilnya oleh seluruh dunia, namun dngn itu semua mereka masih takut jngn sampai amalan mereka ditolak oleh Allah, shingga merekapun berdo'a dan memohon padaNya, agar menerima persembahan amalan mereka.

3 Hal

3 Hal yang harus kita perhatikan :

Ada 3 hal dalam hidup yang tidak
akan kembali :
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan
Ada 3 Hal yang dapat
menghancurkan hidup
seseorang :
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam
Ada 3 Hal yang tidak boleh
hilang :
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada 3 Hal yang paling berharga :
1. Kasih Sayang
2. Cinta
3. Kebaikan


Saturday, February 9, 2013

Haditsul Ifki

Dalam perjalanan pulang kaum Muslimin dari perang Bani Mustahliq inilah tersiar berita bohong bertujuan merusak keluarga Nabi saw. Berikut ini kami kemukakan ringkasan dari riwayat yang tertera di dalam Ash-Shahihain.

Aisyah ra meriwayatkan bahwa dalam perjalanan ini ia ikut keluar bersama Rasulullah saw. Aisyah ra berkata: “Setelah selesai dari peperangan ini Rasulullah saw bergegas pulang dan memerintahkan orang-orang agar segera berangkat di malam hari. Di saat semua orang sedang berkemas-kemas hendak berangkat, aku keluar untuk membuang hajat, aku terus kembali hendak bergabung dengan rombongan. Pada saat itu kuraba-raba kalung leherku, ternyata sudah tak ada lagi. Aku lalu kembali lagi ke tempat aku membuang hajatku tadi untuk mencari-cari kalung hingga dapat kutemukan kembali.
Di saat aku sedang mencari-cari kalung, datanglah orang-orang yang bertugas melayani unta tungganganku. Mereka sudah siap segala-galanya. Mereka menduga aku berada di dalam haudaj (rumah kecil terpasang di atas punggung unta) sebagaimana dalam perjalanan, oleh sebab itu haudaj lalu mereka angkat kemudian diikatkan pada punggung unta. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa aku tidak berada di dalam haudaj. Karena itu mereka segera memegang tali kekang unta lalu mulai berangkat …!
Ketika aku kembali ke tempat perkemahan, tidak aku jumpai seorang pun yang masih tinggal. Semuanya telah berangkat. Dengan berselimut jilbab aku berbaring di tempat itu. Aku berfikir, pada saat mereka mencari-cari aku tentu mereka akan kembali lagi ke tempatku. Demi Allah, di saat aku sedang berbaring, tiba-tiba Shafwan bin Mu‘atthal lewat. Agaknya ia bertugas di belakang pasukan. Dari kejauhan ia melihat bayang-bayangku. Ia mendekat lalu berdiri di depanku, ia sudah mengenal dan melihatku sebelum kaum wanita dikenakan wajib berhijab. Ketika melihatku ia berucap: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un! Istri Rasulullah?“ Aku pun terbangun oleh ucapan itu. Aku tetap menutup diriku dengan jilbabku .. Demi Allah, kami tidak mengucapkan satu kalimat pun dan aku tidak mendengar ucapan darinya kecuali ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un itu. Kemudian dia merendahkan untanya lalu aku menaikinya. Ia berangkat menuntun unta kendaraan yang aku naiki sampai kami datang di Nahri Adh-Dhahirah tempat pasukan turun istirahat. Di sinilah mulai tersiar fitnah tentang diriku. Fitnah ini berumber dari mulut Abdullah bin Ubay bin Salul.