Saturday, May 30, 2009

I K H L A S

Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket.
Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya.

Tapi... Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji:
Tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli. Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.

Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya : "Ibu,bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000. Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas.
Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...

"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?"

Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya."Terimakasih..., Ibu"
Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya.Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau...

Setiap malam sebelum tidur, Ayah Anisa akan membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang ngga sama Ayah ?" "Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu..."
"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga"
"Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.

Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah ?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah ?".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.. "
Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk kekamarnya, Anisa sedang duduk diatas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam.
Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. Dari matanya,mengalir bulir-bulir air mata membasahi pipinya...
"Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?"

Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya. Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya " Kalau Ayah mau... ambillah kalung Anisa"

Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih... sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa...
"Anisa... ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"

Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.

Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T.. Terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Bahkan, Allah menggantikannya dengan kebaikan yang berkali-lipat yang tidak dapat kita ukur. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan...

Untuk itulah perlunya sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Hari-Hari Terakhir Rasulullah

Detik-detik Rasulullah S.A.W. menjelang sakratul maut

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an.

Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku. " Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya.

Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua, " desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam, " kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya, " tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.

Dialah malakul maut, " kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah? "Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, "kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini? "Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya, " kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini. " Lirih Rasulullah mengaduh.

Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril? "Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "

Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal, " kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. " Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu. "

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wasalim 'alaihi.

Khalid Bin Walid

" ORANG seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum Muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin" demikian keterangan Nabi ketika berbicara tentang Khalid sebelum calon pahlawan ini masuk Islam.

Khalid dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.
Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka'bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka'bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.

Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka'bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, "Oh, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu".
Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani di mata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya

Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-'an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Ucapan yang terus terang ini memberikan harapan bagi Nabi, bahwa Walid akan segera masuk Islam. Tetapi impian dan harapan ini tak pernah menjadi kenyataan. Kebanggaan atas diri sendiri membendung bisikan-bisikan hati nuraninya. Dia takut kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy. Kesangsian ini menghalanginya untuk menurutkan rayuan-rayuan hati nuraninya. Sayang sekali orang yang begini baik, akhirnya mati sebagai orang yang bukan Islam.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Muhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.
Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzum lah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Latihan Pertama

Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Thaif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban-kewajibannya.

Dia lebih leluasa dan tidak usah belajar berdagang. Dia tidak usah bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupan tanpa suatu ikatan memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya. Kegemarannya ialah adu tinju dan berkelahi.
Saat itu pekerjaan dalam seni peperangan dianggap sebagai tanda seorang Satria. Panglima perang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata rakyat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang di mata rakyat. Hal ini memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman-pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengatasi teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Sebab itulah dia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni bela diri. Malah mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.
Pandangan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang menakjubkan setiap orang. Dengan gamblang orang dapat melihat, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.
Dari masa kanak-kanaknya dia memberikan harapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa senialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol diantara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati rakyat. Lama kelamaan Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy. Pada waktu itu orang-orang Quraisy sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama Islam dan penganut-penganut Islam. Kepercayaan baru itu menjadi bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Sebab itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat berakar. Khalid sebagai pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri digaris paling depan dalam penggempuran terhadap kepercayaan baru ini. Hal ini sudah wajar dan seirama dengan kehendak alam.
Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang-orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia harus menonjolkan dirinya dalam segala pertempuran. Dia harus memperlihatkan kepada sukunya kwalitasnya sebagai pekelahi.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat mereka jadi kegila-gilaan, karena penyesalan dan panas hati. Mereka merasa terhina. Rasa sombong dan kebanggaan mereka sebagai suku Quraisy telah meluncur masuk lumpur kehinaan Arang telah tercoreng di muka orang-orang Quraisy. Mereka seolah-olah tidak bisa lagi mengangkat dirinya dari lumpur kehinaan ini. Dengan segera mereka membuat persiapan-persiapan untuk membalas pengalaman pahit yang terjadi di Badar.

Sebagai pemuda Quraisy, Khalid bin Walid pun ikut merasakan pahit getirnya kekalahan itu. Sebab itu dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan Uhud. Khalid dengan pasukannya bergerak ke Uhud dengan satu tekad menang atau mati. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.
Sungguhpun kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu tanah genting, di mana tentara Quraisy dapat menyerbu masuk pertahanan Islam. Untuk menjaga tanah genting ini, Nabi menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi memerintahkan kepada mereka agar bertahan mati-matian. Dalam keadaan bagaimana jua pun jangan sampai meninggalkan pos masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan-kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi kecil menghadapi keberanian orang-orang Islam.

Sungguh pun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka telah gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka injak.

Kekuatannya menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tidak goncang dan sarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali anak buahnya dan mencari kesempatan baik guna melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas ditanah genting tidak tahan hati. Pasukan Islam tertarik oleh harta perang, harta yang ada pada mayat-mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah-pemanah, penjaga tanah genting meninggalkan posnya dan menyerbu kelapangan.

Pertahanan tanah genting menjadi kosong. Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan baik ini. Dia menyerbu ketanah genting dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal dikeroyok bersama-sama. Tanah genting dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan yang tak ada taranya Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam di pusat pertahanannya. Melihat Khalid telah masuk melalui tanah genting, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai-berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Pemenang-pemenang antara beberapa menit yang lalu, sekarang telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi gawat.

Khalid bin Walid telah merobah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.
Hanya pahlawan Khalid lah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali tentara yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk bertempur lagi. Seni perangnya yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Ketika Khalid bin Walid memeluk Islam Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematianya di atas ranjang. Betapa menyesalnya Khalid harapan untuk mati sahid di medan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa itu. Demikianlah kekuasaan Allah. Manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya sesuai dengan kemaua-Nya.

Mengamalkan Teori Ukhuwah

dakwatuna.com - Seorang teman saya pernah menceritakan keheranannya terhadap teman-teman pengajiannya. “Saya bingung pada mereka, guru mereka ada di rumah sakit sudah beberapa pekan, namun mereka belum mengunjungi juga”, keluh teman tadi. “Apa anda tidak mengingatkan mereka tentang keadaan guru kalian”, ungkap saya. “Tidak tahulah saya pada mereka. Sepertinya mereka sibuk sekali pada urusannya masing-masing”, jawabnya lirih. “Apakah sesibuk itu mereka hingga seredup itu perasaan kemanusiaannya”, selidik saya.

Lain waktu saya berkesempatan mengunjungi rumah seorang teman sambil membawa sedikit bingkisan. Rupanya dia sangat gembira sekali dengan kunjungan saya ini. “Saya bersyukur sekali hari ini. Pertama, mendapatkan kunjungan dari antum, setelah lama tidak ada teman yang mengunjungi saya. Rasanya saya seperti terlempar dari pergaulan teman-teman. Tapi dengan kunjungan ini saya merasa ditarik kembali. Kedua, antum membawa bingkisan. Barang kali bingkisan itu kecil nilainya tapi sangat berarti bagi saya. Karena sudah beberapa hari keluarga saya hanya memakan ubi-ubian”. Paparnya. Saya terharu sekali mendengarkan pemaparan yang memilukan itu. Timbul pertanyaan besar: Kemana teman-temannya?

Pengalaman di atas sebenarnya mungkin banyak sekali kita jumpai dengan beraneka ragam cerita. Semuanya akan berujung pada tanda tanya, sebegitu redupkah tali persaudaraan yang kita miliki saat ini. Sebegitu keringkah telaga ukhuwah sesama aktivis dakwah.

Keadaan ini menjadi perhatian dalam diri saya apakah ini sebuah fenomena ataukah kasuistik saja. Memang kita harus akui bahwa kekeringan ruhaniyah di hati kader akan berakibat kekeringan dalam muamalah antar mereka. Muamalah yang kering merupakan preseden buruk bagi pembentukan opini publik tentang manisnya ukhuwah Islam. Serta buramnya potret keindahan tatanan dan perilaku masyarakat Islam di masa lalu bila dipraktekkan pada zaman kiwari.

Potret ukhuwah islamiyah yang telah dilakoni para pendahulu menggores kesan mendalam yang teramat indah bagi peradaban manusia. Bagaimana tidak, seseorang rela mati demi saudaranya. Mereka lebih memilih lapar bagi dirinya daripada saudaranya yang lapar. Mereka lebih mendahulukan kepentingan orang lain dari kepentingan diri mereka sendiri meskipun mereka teramat membutuhkannya. Mereka sangat menjaga kehormatan dirinya ketimbang harus menjadi orang yang rakus lagi terhina.

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keingan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin) dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Al-Hasyr: 9)

Berbicara ukhuwah memang tidak sekedar teori melainkan nilai-nilai mulia yang mesti diimplementasikan dengan jiwa besar. Karena ia bukan hanya ucapan melainkan ia adalah amalan. Bahkan bukan sekedar amalan biasa tetapi amalan yang dikaitkan dengan kondisi keimanan pelakunya.

Iman Landasan Persaudaraan Islam

Ukhuwah islamiyah tidaklah sama dengan cita rasa humanisme seperti yang dipahami banyak orang. Sehingga mereka melakukan suatu kebaikan lantaran faktor humanisme, tidak dikaitkan dengan nilai-nilai moralitas yang tertanam dari benih ideologi samawiyah. Akan tetapi ukhuwah islamiyah merupakan manivestasi keimanan pelakunya. Keimanan yang stabil senantiasa memproduk amal khairiyah dan merealisasikannya dalam bentuk nyata tatkala bermuamalah dengan banyak manusia, sebaliknya keimanan yang labil dapat menghambat produktivitas amal tersebut.

Hubungan personal ketika bermuamalah pada sesama muslim memang tidak diikat pada simpul-simpul kesatuan aktivitas manusia dalam kesehariannya. Mereka tidak disatukan karena motivasi materi, kesukuan, kondisi temporer yang mereka alami. Melainkan hubungan mereka diikat oleh keimanan. Keimananlah yang menjadi pijakan muamalah mereka. Keimanan ini melandasi hubungan mereka yang teramat indah itu. Wihdatul aqidah itulah jawabannya. Menjadi kewajiban setiap kader untuk membangun bangunan keimanan yang kokoh agar dapat merefleksikannya dalam berinteraksi antar sesama.

Ketika banyak orang mengaitkan sikap persaudaraan pada nasab, kesukuan, kedaerahan serta ashabiyah lainnya. Rasulullah SAW. menepisnya dengan mengatakan: “Salman adalah keluargaku”.

Nyata betul prinsip Islam ini. Tidak tidak dapat dibatasi oleh dinding setebal apapun. Karena keimanan yang menjadi landasannya juga tidak dapat dibatasi oleh batasan apapun. Karena itu pancaran persaudaran berasal dari cahaya keimanan si pemiliknya.

Kepekaan Ukhuwah

Keimanan yang selalu bersinar terang akan menyalakan kepekaan ukhuwah. Hasasiyah ukhuwah ini akan semakin dinamis bila dilakukan dua arah. Sehingga semua pihak menahan diri untuk hanya menikmati ukhuwah orang lain. Akan tetapi masing-masing pihak berupaya untuk dapat menyenangkan khalayak sekitarnya. Menjadi kepuasan bagi dirinya apabila kelebihannya dapat dicicipi oleh banyak orang.

Lihatlah sejarah manusia-manusia pilihan yang telah mengukir indahnya peradaban orang-orang yang beriman. Mereka tidak bakhil pada orang lain akan kelebihan dirinya. Mereka tidak pula celamitan pada kebaikan orang lain. Mereka merasa bahagia apabila orang lain merasakan kebaikannya. Dan mereka terhina apabila orang lain terepotkan lantaran dirinya .

Pagi-pagi Rasulullah SAW. tersenyum melihat seorang sahabat yang telah membuktikan sikap ukhuwahnya pada saudaranya yang lain. Beliau mendapatkan informasi bahwa sahabat tersebut menjamu tamunya dengan hidangan yang diperuntukkan keluarganya. Agar tamunya berselera menyantap hidangannya, dia matikan lampu rumah sehingga makanan yang disajikan tidak tampak pada sang tamu. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan rasa sungkan tamunya untuk menyantap makanan tersebut. Lantaran porsi hidangan yang tersedia hanya cukup untuk seorang. Untuk menyenangkan hati tamunya, tuan rumah berpura-pura sedang menyantap makanan tersebut bersama-sama dengan lahap. Sikap inilah yang mendapatkan senyuman malaikat dan membuat senang hati Rasulullah SAW.

Juga ketika Rasulullah SAW. membangun Madinah sebagai sentral aktivitas muslim, beliau mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar. Di antaranya Abdurrahman bin Auf RA. dipersaudarakan dengan Saad bin Rabi’i RA. Dengan hati yang tulus Saad bin Rabi’ mengatakan: “Aku memiliki beberapa perniagaan silahkan ambil yang kau cenderungi. Dan aku mempunyai beberapa isteri silahkan lihat mana yang menarik hatimu. Akan aku ceraikan dia dan nikahilah setelah selesai masa iddahnya”. “Semoga Allah senantiasa memberkahi dirimu dan keluargamu, terima kasih atas penawaranmu. Akan tetapi lebih baik bagiku tunjukkanlah padaku dimana pasar?” Jawab Abdurrahman bin Auf RA.

Betapa manisnya kehidupan orang-orang yang beriman. Mereka dapat memposisikan dirinya secara tepat. Mereka dapat merasakan kesusahan dan kebahagiaan saudaranya. Mereka tahu betul apa yang mesti dilakukan untuk orang lain. Mereka merasa bersedih apabila tidak mampu berbuat banyak untuk orang lain.

WANITA BERTANGAN LUMPUH

Berdermalah selagi kalian mampu

Pada suatu hari pernah seorang wanita yang lumpuh tangan kanannya menghadap Nabi S.A.W seraya berkata : "Ya Nabiyallah, kumohon sudilah kiranya baginda memohon kepada Allah SWT agar Dia menyembuhkan tangan kananku yang lumpuh ini!"
Nabi S.A.W bertanya kepadanya : "Apakah yang menjadikan tanganmu lumpuh ?"

Maka wanita tadi menceritakan sebab kelumpuhannya :
"Ya, Nabiyallah, pada suatu malam aku bermimpi seakan-akan hari kiamat telah tiba. Neraka Jahannam yang apinya menyala-nyala tergambar dengan jelas dalam impianku, begitu juga surga. Namun betapa hati merasa sedih ketika aku melihat ibuku berada di neraka Jahannam. Dia memegang sepotong lemak dan selembar kain serbet. Dengan sepotong lemak dan selembar kain serbet itulah ibuku nampak bersusah payah menghalangi panasnya jilatan api neraka Jahannam. Maka aku segera menyapa ibuku : "Aduh ibu, mengapa ibu berada di jurang neraka Jahannam ini ? Padahal setahuku, ibu dulu rajin beribadah kepada Allah SWT, dan ayahpun nampaknya meridhai kebaktianmu ?"

Ibu : "Wahai anakkku, ketahuilah bahwa ibu dulu terlanjur bersifat kikir. Maka inilah tempat yang disediakan bagi orang-orang yang kikir!"

Anak : "Apakah arti sepotong lemak dan selembar serbet yang ibu pegang itu ?"
Ibu : "Anakku, hanya kedua benda itulah yang pernah kudermakan selama hidup! Selain itu tak ada lagi!"

Anak : "Lalu, sekarang ayah di mana ?"
Ibu : "Wahai anakku, ayahmu dulu seorang yang dermawan. Maka beliau sekarang berada di surga bersama-sama dengan para dermawan lainnya."

Ya Nabiyallah, setelah itu aku pun segera ke surga menghampiri ayahku. Ternyata ayah sedang berdiri di sisi telagamu Ya Rasulullah. Disana beliau membagi-bagikan air minum kepada orang banyak, tetapi ibuku justru dilupakan.

Lalu aku bertanya kepada ayah : "Wahai ayahku, ketahuilah bahwa ibuku yang juga istri ayah, meskipun dulu sama-sama taat beribadah kepada Allah dan ayahpun tampaknya meridhai kebaktian ibu, namun kini dia berada di neraka Jahannam!.
Sementara itu, ayah berada di tempat ini membagi-bagikan minuman dari telaga Rasulullah S.A.W kepada orang banyak. Dan ayah begitu tega melupakan ibu. Maka kumohon wahai ayah, berilah segelas air dari telaga ini untuk kuberikan kepada ibu!"
Kata ayah : "Hai anakku, ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkan orang-orang yang kikir dan orang-orang yang kikir dan orang-orang yang berdosa meminum air telaga Rasulullah S.A.W ini!"

Ya Nabiyallah, mendengar jawaban ayah yang melarangku mengambil air dari telagamu, maka aku nekat mengambil segelas air dari telaga itu tanpa sepengetahuan ayahku. Lalu aku bermaksud memberikannya kepda ibu yang telah lama kehausan. Tiba-tiba terdengar suara: "Semoga Allah melumpuhkan tanganmu, karena kamu telah berani mencuri air dari telaga Rasulullah S.A.W ini untuk memberikan kepada orang yang kikir lagi berdosa!"

Ya Nabiyallah, usai mendengar suara itu, aku terbangun dari tidurku. Dan ternyata tanganku menjadi lumpuh seperti ini. Inilah sebab kelumpuhan tangan kananku, ya Nabiyallah!"

Setelah Nabi S.A.W mendengarkan sebab-sebab kelumpuhan tangan kanan wanita tersebut, maka beliau S.A.W meletakkan tongkatnya pada tangan wanita itu lalu berdoa : "Ya Allah, ya Tuhanku, dengan kebenaran mimpi yang diceritakan oleh wanita ini, maka kumohon sudilah kiranya Engkau berkenan menyembuhkan tangan kanannya yang menderita kelumpuhan !"
Atas doa Nabi S.A.W itu, sembuhlah tangan kanan wanita itu dari kelumpuhannya dan pulih seperti sediakala.