Sunday, June 28, 2009

Kelezatan Tiada Bandingnya

eramuslim - Ali radhiallahu anhu mengatakan, ada 4 momen kebaikan tertentu yang paling berat dilakukan. Yakni memaafkan ketika marah, berderma ketika pailit,
menjaga diri dari dosa (iffah) ketika sendirian dan menyampaikan kebenaran pada orang yang ditakuti keburukannya atau diharapkan kebaikannya.

Saudaraku,
Renungkanlah. Momen-momen seperti itu sebenarnya yang sering menjadi celah rawan perampasan dan pencurian syetan. Sulit sekali kita memberi maaf ketika justru amarah seseorang meletup-letup dan dalam kondisi kita mampu melampiaskan amarah. Sulit sekali memberi, apapun, ketika kita sendiri sangat membutuhkannya. Sulit sekali memelihara diri dari dosa, bila kesempatan untuk melakukannya berulangkali terbuka
lebar di depan mata kita, dan tidak ada orang lain yang mengetahui kita jika kita melakukannya. Lalu, seberapa mampu kita menyampaikan kebenaran pada orang
yang kita takuti? Dan seberapa mampu kita menyampaikan kebenaran yang bisa menyakiti orang yang kita menanam harapan kepadanya? Itulah momen-momen yang sering membuat manusia tergelincir.

Saudaraku,
Ada satu kata yang sangat singkat untuk mengatasinya. Keikhlasan. Itu kuncinya. Keikhlasan membawa seseorang mudah memaafkan di kala marah. Ikhlas juga yang
menjadikan seseorang ringan memberi meski ia membutuhkan. Ikhlas, yang membuat seseorang tak memandang situasi dalam beramal dan menjauhi maksiat, meski tak seorangpun melihat. Ikhlas juga yang membuat orang tak memandang risiko apapun dalam ia menyampaikan kebenaran.

Berkat ikhlas, Rasulullah saw tercatat berhasil melewati momen-momen rawan tersebut. Rasul adalah sosok yang paling mudah memberi maaf, paling banyak memberi laksana angin, paling terpelihara dari penyimpangan di manapun, paling berani menyampaikan
kebenaran pada siapapun. Benarlah ucapan Ibnul Jauzi rahimahullah, “Barangsiapa mengintip pahala (yang dituai karena keikhlasan), niscaya menjadi ringanlah tugas yang berat.” (Ar Raqa-iq, Muhammad Ahmad Rasyid)

Saudaraku,
Lihatlah wujud ketulusan dari keikhlasan lain yang dimiliki Ibnu Abbas. “Bila aku mendengar berita tentang hujan yang turun di suatu daerah, maka aku akan gembira meskipun aku di daerah itu tak mempunyai binatang ternak atau padang rumput. Bila aku membaca sesuatu ayat dari Kitabullah, maka aku ingin agar kaum muslimin semua memahami ayat itu seperti apa yang aku ketahui.”

Orang seperti Ibnu Abbas tak pernah memikirkan apa yang ia peroleh dari kebaikan yang ia lakukan. Ia cukup merasa bahagia, hanya dengan mendengar informasi kebaikan yang mungkin tidak terkait langsung dengan kepentingan pribadinya. Lebih dalam lagi keikhlasan yang diungkapkan oleh Imam Syafi’I, “Aku ingin kalau ilmu ini tersebar tanpa diketahui bila aku yang menyebarkannya….”

Saudaraku,
Dengan keikhlasan, kita jadi tak mudah diperdaya oleh nafsu. Dan itulah nikmat yang hanya dirasakan para mukhlisain. Seperti tertuang dalam nasihat Ibnul Qayyim, bahwa mengutamakan kelezatan iffah (menjaga diri dari perbuatan durhaka), lebih lezat daripada kelezatan maksiat. Dalam kesempatan lain ia mengatakan, “Rasa sakit (akibat azab Allah) yang ditimbulkan dari mengikuti hawa nafsu, lebih dahsyat daripada kelezatan sesaat yang dirasakan karena memperturutkan hawa nafsu.”

Begitulah. Sampai akhirnya kita benar-benar mengerti dan meresapi perkataan salafusalih yang dikutip Syaikh Ahmad Muhammad Rasyid dalam Al Awa’iq, “Fi quwwati qahril hawa ladzah, taziidu alaa kulli ladzah.” Berusaha sekuat tenaga menekan hasa nafsu itu adalah kelezatan. Kelezatan yang berada di atas kelezatan

Penyakit Ukhuwah

Maraknya pertentangan antarberbagai kelompok dalam tubuh umat Islam
akhir-akhir ini sungguh sangat memprihatinkan sekaligus sangat
memalukan. Betapa tidak. Ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian,
kesejukan, ketenangan, dan sangat toleran dalam menghadapi berbagai
perbedaan pendapat, ternyata tidak mampu diterjemahkan dan
diaplikasikan dalam realitas kehidupan oleh umat Islam. Terlebih lagi
oleh para elite, para tokoh, dan para pemimpin, yang seharusnya
memberikan contoh dan teladan.

Tidak ada keuntungan sama sekali yang akan diraih oleh para pihak
yang terlibat pertentangan, kecuali hanyalah menguras energi,
menguras kekuatan, menghambur-hamburkan sumber daya dan dana. Ia juga
dapat menghancurkan semangat ukhuwah islamiyyah yang seharusnya
menjadi ciri utama dari keberagaman kita. Harus disadari, tanpa
adanya ukhuwah islamiyyah, maka tidak akan ada iman dan takwa. Tanpa
landasan takwa, maka tidak mungkin kita dapat membangun ukhuwah dalam
kehidupan.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin
Malik, Rasulullah saw bersabda, "Seorang tidak dikatakan beriman,
sebelum dia mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri." Karena itu, Allah SWT sangat mencela dan membenci sikap dan
tindakan yang menjurus pada pertentangan, berbantah-bantahan, dan
permusuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, "Dan taatlah
kalian kepada Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kalian berbantah-
bantah (bertentangan) yang menyebabkan kalian menjadi gagal dan
gentar (dalam menghadapi musuh) dan akan hilang pula kekuatanmu. Dan
bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (QS
8: 46).

Pertanyaan yang sering timbul saat ini, mengapa perbuatan yang
mengundang kebencian dan kemurkaan Allah SWT itulah yang sering
ditampilkan? Kenapa penyakit ukhuwah islamiyyah yang justru
dipelihara? Mengapa kita senang membenci orang-orang yang beriman?
Kenapa kita tidak senang dan bangga dengan kesatuan dan persatuan
umat? Mengapa kita tidak dapat mengendalikan diri, mengendalikan
emosi, mengendalikan ucapan dan tindakan, serta mengapa kita tidak
mau mengalah untuk sesuatu hal yang bersifat jangka pendek (seperti
jabatan dan kedudukan) guna meraih kemenangan yang jauh lebih besar?
Atau memang, tujuan kita hanyalah sekadar mendapat pujian dari
masyarakat, meraih kedudukan dan jabatan duniawi yang sifatnya sangat
sesaat dan sementara?

Jika dilihat dan dikaji dalam berbagai ayat Al-Quran, seperti firman
Allah SWT dalam QS 3:103 dan QS 8:63, maka dapatlah diketahui bahwa
persoalan ukhuwah adalah persoalan hati. Persoalan ukhuwah bukanlah
semata-mata persoalan persepsi yang berbeda tentang suatu masalah.
Betapa banyak perbedaan persepsi dan pendapat yang terjadi antara
para ulama terdahulu, seperti antara Imam Syafi'i dengan Imam Hanafi.
Tetapi, mereka tetap saling menghormati, menyayangi, dan tetap
bekerja sama, karena hati mereka yang bening, jujur, dan ikhlas dalam
menyikapi perbedaan tersebut. Dari sini kita dapat melihat bahwa
hanya orang-orang yang memiliki hati yang bening, jernih, jujur, dan
takwa kepada Allah SWT yang akan mampu membangun ukhuwah islamiyyah
tersebut. Sedangkan orang-orang yang hatinya berpenyakit, kotor, dan
rusak, pasti tidak dapat membangun ukhuwah, kecuali hanya sesaat. Itu
pun jika menguntungkan dirinya dan kelompoknya.

Beberapa penyakit hati yang mengotori dan merusak ukhuwah islamiyyah
antara lain adalah:

Pertama, takabur dan sombong. Yaitu merasa diri paling benar, paling
baik, dan paling berjasa dibandingkan dengan yang lainnya.
Kesombongan yang semacam ini akan menihilkan peranan dan kemampuan
orang lain dalam membangun sebuah organisasi atau sebuah institusi.
Orang yang sombong pasti tidak akan mau menerima kritik, saran, dan
nasihat dari orang lain karena setiap kritikan itu disikapinya
sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya.

Kedua, rakus atau tamak. Yaitu keinginan yang tidak terkendali untuk
menguasai materi, jabatan, kedudukan, dan hal-hal duniawi lainnya.
Orang yang rakus akan berusaha untuk mempertahankan jabatan dan
kedudukannya walaupun ia sendiri sesungguhnya sama sekali tidak
memiliki prestasi. Ketamakan adalah cerminan dari kefakiran dan
kemiskinan spiritual, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis
riwayat Imam Thabrani bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jauhilah oleh
kamu sekalian sifat rakus itu, karena kerakusan itu merupakan
cerminan dari kemiskinan hati."

Ketiga, hasad, iri, dan dengki. Yaitu sikap tidak senang dengan
keberhasilan, keunggulan dan kelebihan orang lain, walaupun orang
yang berhasil itu adalah saudara atau sahabatnya, sebagaimana
peristiwa yang terjadi antara kedua anak Nabi Adam as, yaitu Qabil
dan Habil. Keunggulan orang lain dianggap sebagai ancaman dan bukan
dianggap sebagai peluang untuk membangun kekuatan secara bersama-
sama, dengan saling melengkapi dan mengisi kekurangan masing-masing.

Ketiga penyakit itulah sesungguhnya merupakan sumber perpecahan dan
pertentangan, karena dari ketiganyalah dosa dan kemaksiatan kepada
Allah maupun kepada sesama manusia akan tumbuh dengan subur, seperti
disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu 'Asaakir dari Ibnu Mas'ud. Karena
itu upaya membangun ukhuwah islamiyyah pada hakikatnya adalah
berusaha seoptimal mungkin menghilangkan penyakit-penyakit rohani
tersebut. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

dikutip dari artikel Republika Online:
Kolom Refleksi
Minggu, 27 Januari 2002
Penyakit Ukhuwah
oleh: Bapak Didin Hafidhuddin

Bandingkan Cinta Anda Dengan Cinta-Nya!

eramuslim- Cinta adalah memberi, dengan segala daya dan keterbatasannya seorang pecinta akan memberikan apapun yang sekiranya bakal membuat yang dicintainya senang. Bukan balasan cinta yang diharapkan bagi seorang pecinta sejati, meski itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.

Cinta adalah menceriakan, seperti bunga-bunga indah di taman yang membawa kenyamanan bagi yang memandangnya. Seperti rerumputan hijau di padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Seperti taburan pasir di pantai yang menghantarkan kehangatan seiring tiupan angin yang menawarkan kesejukkan. Dan seperti keelokan seluruh alam yang menghadirkan kekaguman terhadapnya.

Cinta adalah berkorban, bagai lilin yang setia menerangi dengan setitik nyalanya meski tubuhnya habis terbakar. Hingga titik terakhirnya, ia pun masih berusaha menerangi manusia dari kegelapan. Bagai sang Mentari, meski terkadang dikeluhkan karena sengatannya, namun senantiasa mengunjungi alam dan segenap makhluk dengan sinarannya. Seperti Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.

Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.

Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta. Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan.

Tentang Cinta itu sendiri, Rasulullah dalam sabdanya menegaskan bahwa tidak beriman seseorang sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. Al Ghazali berkata: "Cinta adalah inti keberagamaan. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja."

Disatu sisi Allah Sang Pencinta sejati menegaskan, jika manusia-manusia tak lagi menginginkan cinta-Nya, kelak akan didatangkan-Nya suatu kaum yang Dia mencintainya dan mereka mencintai-Nya (QS. Al Maidah:54). Maka, berangkat dari rasa saling mencintai yang demikian itu, bandingkanlah cinta yang sudah kita berikan kepada Allah dengan cinta Dia kepada kita dan semua makhluk-Nya.

Wujud cinta-Nya hingga saat ini senantiasa tercurah kepada kita, Dia melayani seluruh keperluan kita seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita. Tuhan melayani kita seakan-akan kitalah satu-satunya hamba-Nya. Sementara kita menyembah-Nya seakan-akan ada tuhan selain Dia.

Apakah balasan yang kita berikan sebagai imbalan dari Cinta yang Dia berikan? Kita membantah Allah seakan-akan ada Tuhan lain yang kepada-Nya kita bisa melarikan diri. Sehingga kalau kita "dipecat" menjadi makhluk-Nya, kita bisa pindah kepada Tuhan yang lain.

Tahukah, jika saja Dia memperhitungkan cinta-Nya dengan cinta yang kita berikan untuk kemudian menjadi pertimbangan bagi-Nya akan siapa-siapa yang tetap bersama-Nya di surga kelak, tentu semua kita akan masuk neraka. Jika Dia membalas kita dengan balasan yang setimpal, celakalah kita. Bila Allah membalas amal kita dengan keadilan-Nya, kita semua akan celaka. Jadi, sekali lagi bandingkan cinta kita dengan cinta-Nya. Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama. Thanks to Herry Nurdi akan artikel "Belajar Mencinta"nya)

Sunday, June 14, 2009

Delapan Kado Terindah

Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat,dan tak perlu membeli ! Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi.

1. KEHADIRAN
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto atau faks. Namun dengan berada disampingnya. Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagian.

2. MENDENGAR
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab, kebanyakan orang Lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketehui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar denganbaik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

3. D I A M
Seperti kata-kata, didalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai Untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya "ruang". Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik bahkan mengomeli.

4. KEBEBASAN
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah, " Kau bebas berbuat semaumu." Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

5. KEINDAHAN
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik ? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari ! Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

6. TANGGAPAN POSITIF
Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat,berapa kali dalam seminggu terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf ), adalah kado cinta yang sering terlupakan.

7. KESEDIAAN MENGALAH Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai Menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado " kesediaan mengalah" Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut ? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna didunia ini.

8. SENYUMAN
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputus asaan. pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi ?

Usamah ra. Panglima Islam Termuda

Asakir telah memberitakan dari Az-Zuhri dari Urwah dari Usamah bin Zaid ra. bahwa Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menyerang suku kaum Ubna pada waktu pagi dan membakar perkampungannya. Maka Rasulullah Saw. berkata kepada Usamah, "Berangkatlah dengan nama Allah!". Kemudian Rasulullah Saw. keluar membawa bendera perangnya dan diserahkannya ke tangan Buraidah bin Al-Hashib Al-Aslami ra. untuk dibawa ke rumah Usamah ra. Beliau juga memerintahkan Usamah untuk membuat markasnya di Jaraf di luar Madinah sementara kaum Mukmin membuat persiapan untuk keluar berjihad. Maka Usamah ra. mendirikan kemahnya di suatu tempat berdekatan dengan Siqayat Sulaiman sekarang ini. Maka, mulailah orang berdatangan dan berkumpul di tempat itu. Siapa yang sudah selesai kerjanya segera datang ke perkemahan itu, dan siapa yang masih ada urusan diselesaikan urusannya terlebih dahulu.

Tiada seorang pun dari kaum Muhajirin yang unggul, melainkan dia ikut dalam pasukan jihad ini, termasuk Umar bin Al-Khatthab, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Abul A'war Said bin Zaid bin Amru bin Nufail radiallahuanhum dan banyak lagi para pemuka Muhajirin yang ikut serta. Dari kaum Anshar pun di antaranya Qatadah bin An-Nu'man dan Salamah bin Aslam bin Huraisy ra.huma dan lain-lain. Ada di antara kaum Muhajirin yang kurang setuju dengan pimpinan Usamah ra. itu, karena usianya masih terlalu muda (18 tahun). Di antara orang yang banyak mengkritiknya ialah Aiyasy bin Abu Rabi'ah ra. dia berkata, "Bagaimana Rasuluilah mengangkat anak muda yang belum berpengalaman ini, padahal banyak lagi pemuka-pemuka kaum Muhajirin yang pernah memimpin perang". Karena itulah banyak desas-desus yang memperkecilkan kepemimpinan Usamah ra.

Umar bin Al-Khatthab ra. menolak pendapat tersebut serta menjawab keraguan orang ramai. Kemudian dia menemui Rasulullah Saw. serta memberitahu tentang apa yang dikatakan orang ramai tentang Usamah. Beliau Saw. sangat marah, lalu memakai sorbannya dan keluar ke masjid. Bila orang ramai sudah berkumpul di situ, beliau naik mimbar, memuji-muji Allah dan mensyukurinya, lalu berkata, "Amma ba'du! Wahai sekalian manusia! Ada pembicaraan yang sampai kepadaku mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, jika kamu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap Usamah, maka sebenarnya kamu juga dahulu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap ayahnya, yakni Zaid. Demi Allah, si Zaid itu memang layak menjadi panglima perang dan puteranya si Usamah juga layak menjadi panglima perang setelahnya. Kalau ayahnya si Zaid itu sungguh sangat aku kasihi, maka puteranya juga si Usamah sangat aku kasihi. Dan kedua orang ini adalah orang yang baik, maka hendaklah kamu memandang baik terhadap keduanya, karena mereka juga adalah di antara sebaik-baik manusia di antara kamu!".

Sesudah itu, beliau turun dari atas mimbar dan masuk ke dalam rumahnya, pada hari Sabtu, 10 Rabi'ul-awal. Kemudian berdatanganlah kaum Muhajirin yang hendak berangkat bersama-sama pasukan Usamah itu kepada Rasulullah Saw. untuk mengucapkan selamat tinggal, di antaranya Umar bin Al-khatthab ra. dan Rasulullah Saw. terus mengatakan kepada mereka: "Biarkan segera Usamah berangkat! Seketika itu pula Ummi Aiman ra. (yaitu ibu Usamah) mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata: "Wahai Rasulullah! Bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya, sehingga engkau merasa sehat, karena, jika Usamah ra. berangkat juga dalam keadaan seperti ini, tentulah dia akan merasa bimbang dalam perjalanannya!". Tetapi Rasulullah Saw. tetap mengatakan: "Biarkan segera Usamah berangkat!".

Orang ramai sudah berkumpul di perkemahan pasukan Usamah itu, dan mereka menginap di situ pada malam minggu itu. Usamah datang lagi kepada Rasulullah Saw. pada hari Ahad dan Beliau Saw. terlalu berat sakitnya, sehingga mereka memberikannya obat. Usamah menemui Beliau sedang kedua matanya mengalirkan air mata. Ketika itu Al-Abbas berada di situ, dan di sekeliling Beliau ada beberapa orang kaum wanita dari kaum keluarganya. Usamah menundukkan kepalanya dan mencium Rasulullah Saw. sedang Beliau tidak berkata apa-apa, selain mengangkat kedua belah tangannya ke arah langit serta mengusapkannya kepada Usamah.

Berkata Usamah, "Aku tahu bahwa Rasulullah Saw. mendoakan keberhasilanku. Aku kemudian kembah ke markas pasukanku". "Pada besok harinya, yaitu hari Senin, aku menggerakkan pasukanku sehingga kesemuanya telah siap untuk berangkat. Aku mendapat berita bahwa Rasulullah Saw. telah segar sedikit, maka aku pun datang sekali lagi kepadanya untuk mengucapkan selamat tinggal, kata Usamah". Beliau berkata kepadaku, "Usamah! Berangkatlah segera dengan diliputi keberkatan dari Allah!". Aku lihat isteri-isterinya cerah wajah mereka karena gembira melihat beliau sedikit segar pada hari itu. Kemudian datang pula Abu Bakar ra. dengan wajah yang gembira, seraya berkata:"Wahai Rasulullah! Engkau terlihat lebih segar hari ini, Alhamduillah. Hari ini hari pelangsungan pernikahan puteri Kharijah, izinkanlah aku pergi". Maka Rasulullah Saw. mengizinkannya pergi ke Sunh (sebuah perkampungan di luar kota Madinah), Usamah ra. pun kembali kepada pasukannya yang sedang menunggu penntahnya untuk bergerak, dan dia telah memerintahkan siapa yang masih belum berkumpul di markasnya supaya segera datang karena sudah tiba waktunya untuk bergerak.

Belum jauh pasukan itu meninggalkan Jaraf, tempat markas perkemahannya, datanglah utusan dari Ummi Aiman memberitahukan bahwa Rasulullah Saw. telah kembali ke rahmatullah. Usamah segera memberhentikan pergerakan pasukan itu, dan segera menuju ke kota Madinah bersama-sama dengan Umar ra. dan Abu Ubaidah ra. ke rumah Rasulullah Saw. dan mereka mendapati beliau telah meninggal dunia. Beliau wafat ketika matahari tenggelam pada hari Senin malam 12 Rabi'ul-awal. Kaum Muslimin yang bermarkas di Jaraf tidak jadi berangkat ke medan perang, lalu kembali ke Madinah. Buraidah bin Al-Hashib yang membawa bendera Usamah, lalu menancapkannya di pintu rumah Rasulullah Saw. Sesudah Abu Bakar ra. diangkat menjadi Khalifah Rasulullah Saw. dia telah menyuruh Buraidah ra. mengambil bendera perang itu dan menyerahkan kepada Usamah, dan supaya tidak dilipat sehingga Usamah memimpin pasukannya berangkat ke medan perang Syam. Berkata pula Buraidah: "Aku pun membawa bendera itu ke rumah Usamah , dan pasukan itu pun bergerak menuju ke Syam". Setelah selesai tugas kami di Syam, kami kembali ke Madinah dan bendera itu terus saya tancapkan di rumah Usamah sehingga Usamah meninggal dunia.

Apabila berita wafatnya Rasulullah Saw. sampai kepada kaum Arab, sebagian mereka telah murtad keluar dari agama Islam. Abu Bakar ra. memanggil Usamah lalu menyuruhnya supaya menyiapkan diri untuk berangkat memerangi bangsa Romawi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. sebelum wafatnya dahulu. pasukan Islam mulai berkumpul lagi di Jaraf di perkemahan mereka dulu. Buraidah ra. yang diamanahkan untuk memegang bendera perang telah berada di markasnya di sana. Tetapi para pemuka kaum Muhajirin yang terutama, seperti Umar, Usman, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Said bin Zaid dan lainnya mereka telah datang kepada Khalifah Abu Bakar ra. seraya berkata, "Wahai Khalifah Rasulullah! Sesungguhnya kaum Arab sudah mula memberontak, dan adalah tidak wajar engkau akan membiarkan pasukan Islam ini meninggalkan kami pada masa ini. Bagaimana kalau engkau pecahkan pasukan ini menjadi dua. Yang satu untuk engkau kirimkan kepada kaum Arab yang murtad itu untuk mengembalikan mereka kepada Islam, dan yang lain engkau pertahankan di Madinah untuk menjaganya, siapa tahu kalau-kalau ada yang datang untuk menyerang kita dari mereka itu. Kalau tidak, maka yang tinggal di sini hanya anak-anak kecil dan wanita saja, bagaimana mereka dapat mempertahankannya? Seandainya engkau menangguhkan memerangi kaum Romawi itu, sehingga keadaan kita dalam negeri aman, dan kaum Arab yang murtad itu kembali ke pangkuan kita, ataupun kita kalahkan mereka terlebih dahulu, kemudian kita mengirim pasukan kita untuk memerangi bangsa Romawi itu, bukankah itu lebih baik?! Kita pun tidak merasa bimbang dari bangsa Romawi itu untuk datang menyerang kita pada masa ini!. Abu Bakar ra. hanya mendengar bermacam-macam pandangan dari para pemuka Muhajirin itu.

Setelah selesai mereka berkata, maka Abu Bakar ra. bertanya lagi: Adakah yang mau memberikan pendapatnya lagi, atau kamu semua telah memberikan pendapat kamu?! jawab mereka: "Kami sudah berikan apa yang harus kami sampaikan!". "Baiklah, kalau begitu. Saya telah dengar semua apa yang hendak kamu katakan itu", ujar Abu Bakar. Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalau aku tahu bahwa aku akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya, dan aku yakin bahwa dia akan kembali dengan selamat. Betapa tidak, sedang Rasulullah Saw. yang telah diberikan wahyu dari langit telah berkata: "Berangkatkan segera pasukan Usamah". Tetapi ada suatu hal yang akan aku beritahukan kepada Usamah sebagai panglima pasukan itu. Aku minta darinya supaya memembiarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku di sini, karena aku sangat perlu kepada bantuannya. Demi Allah, aku tidak tahu apakah Usamah setuju atau tidak. Demi Allah, jika dia enggan membenarkan sekalipun, aku tidak akan memaksanya! Kini tahulah para pemuka Muhajirin itu, bahwa khalifah mereka yang baru itu telah berazam sepenuhnya untuk mengirim pasukan Islam, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. sebelumnya.

Abu Bakar ra. lalu pergi ke rumah Usamah ra., dan memintanya agar membiarkan Umar ra. tinggal di Madinah untuk membantunya. Usamah ra. setuju. Untuk meyakinkan dirinya, maka Abu Bakar ra. berkata lagi: "Benar engkau mengizinkannya dengan hati yang rela?" Jawab Usamah: "ya!". Khalifah Abu Bakar ra. lalu mengeluarkan perintah supaya tidak ada seorang pun mengelakkan dirinya dari menyertai pasukan Usamah itu sesuai dengan perintah Rasulullah SAW sebelum wafatnya. Dia berkata lagi: "Siapa saja yang melewatkan dirinya untuk keluar, niscaya aku akan menyuruhnya mengejar pasukan itu dengan berjalan kaki". Kemudian Abu Bakar ra. memanggil orang-orang yang pernah mengecil-ngecilkan pengangkatan Usamah sebagai panglima perang, dan memarahi mereka serta menyuruh mereka ikut keluar bersama-sama pasukan itu, sehingga tiada seoran pun yang berani memisahkan dirinya. Apabila pasukan itu sudah mulai bergerak, Abu Bakar ra. datang untuk mengucapkan selamat berangkat kepada mereka.

Usamah mendahului para sahabatnya dari Jaraf, dan mereka kurang lebih 3,000 orang, di antaranya ada 1,000 orang yang menunggang kuda. Abu Bakar ra. berjalan kaki di sisi Usamah ra. untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya: "Aku serahkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan kesudahan amalmu! Sesungguhnya Rasulullah Saw. sudah berpesan kepadamu, maka laksanakanlah segala pesannya itu, dan aku tidak ingin menambah apa-apa pun, tidak akan menyuruhmu apa pun atau melarangmu dari apa pun. Aku hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rasuluflah Saw. saja".

Usamah ra. dan pasukannya maju dengan cepat. Dia telah melalui beberapa negeri yang tetap mematuhi Madinah dan tidak keluar dari Islam, seperi Juhainah dan lainnya dari suku kaum Qudha'ah. Apabila dia tiba di Wadilqura, Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah, dikenal dengan nama Huraits. Dia maju meninggalkan pasukan itu, hingga tiba di LThna dan dia coba mendapatkan berita di sana, kemudian dia kembali secepatnya dan baru bertemu dengan pasukan Usamah sesudah berjalan selama dua malam dari Ubna itu. Huraits lalu memberitahu Usamah, bahwa rakyat di situ masih belum berbuat apa-apa. Mereka belum berkumpul untuk menentang pasukan yang mereka, dan mengusulkan supaya pasukan Usamah segera menggempur sebelum mereka dapat mengumpulkan pasukan

Wanita Bagi Pahlawan

Oleh : M. Anis Matta, Lc

Dibalik setiap pahlawan besar selalu ada seorang wanita agung. Begitu kata pepatah Arab. Wanita agung itu biasanya satu dari dua, atau dua-duanya sekaligus; sang ibu atau sang istri.

Pepatah itu merupakan hikmah psiko-sejarah yang menjelaskan sebagian dari latar belakang kebesaran seorang pahlawan. Bahwa karya-karya besar seorang pahlawan lahir ketika seluruh energi didalam dirinya bersinergi dengan momentum diluar dirinya; tumpah ruah bagai banjir besar yang tidak terbendung. Dan tiba-tiba sebuah sosok telah hadir dalam ruang sejarah dengan tenang dan ajek.

Apa yang telah dijelaskan oleh hikmah psiko-sejarah itu adalah sumber energi bagi para pahlawan; wanita adalah salah satunya. Wanita bagi banyak pahlawan adalah penyangga spiritual, sandaran emosional; dari sana mereka mendapat ketenangan dan kegairahan, kenyamanan dan keberanian, keamanan dan kekuatan. Laki-laki menumpahkan energi di luar rumah, dan mengumpulkannya lagi didalam rumahnya.

Kekuatan besar yang dimiliki para wanita yang mendampingi para pahlawan adalah kelembutan, kesetiaan, cinta dan kasih sayang. Kekuatan itu sering dilukiskan seperti dermaga tempat kita menambatkan kapal, atau pohon rindang tempat sang musafir berteduh. Tapi kekuatan emosi itu sesungguhnya merupakan padang jiwa yang luas dan nyaman, tempat kita menumpahkan sisi kepolosan dan kekanakan kita, tempat kita bermain dengan lugu dan riang, saat kita melepaskan kelemahan-kelemahan kita dengan aman, saat kita merasa bukan siapa-siapa, saat kita menjadi bocah besar. Karena di tempat dan saat seperti itulah para pahlawan kita menyedot energi jiwa mereka.

Itu sebabanya Umar bin Khattab mengatakan, "Jadilah engkau bocah di depan istrimu, tapi berubahlah menjadi lelaki perkasa ketika keadaan memanggilmu'. Kekanakan dan keperkasaan, kepolosan dan kematangan, saat lemah dan saat berani, saat bermain dan saat berkarya, adalah ambivalensi-ambivalensi kejiwaan yang justru berguna menciptakan keseimbangan emosional dalam diri para pahlawan.

"Saya selamanya ingin menjadi bocah besar yang polos." kata Sayyid Quthub. Para pahlawan selalu mengenang saat-saat indah ketika ia berada dalam pangkuan ibunya, dan selamanya ingin begitu ketika terbaring dalam pangkuan istrinya.

Siapakah yang pertama kali ditemui Rasulullah SAW setelah menerima wahyu pertama dan merasakan ketakutan luar biasa? Khadijah! Maka ketika Rasulullah ditawari untuk menikah setelah Khadijah wafat, beliau mengatakan; "Dan siapakah wanita yang sanggup menggantikan peran Khadijah?"

Itulah keajaiban dari kesederhanaan. Kesederhanaan yang sebenarnya adalah keagungan; kelembutan, kesetiaan, cinta an kasih sayang. Itulah keajaiban wanita.


Thursday, June 4, 2009

Antara Ukhuwah dan Pacaran

Maksud hati ingin ukhuwah dengan lawan jenis, tapi malah terjebak dalam
pacaran. Tadinya pengen menjalin ukhuwah islamiyah, tapi apa daya
kecemplung jadi demenan. He..he.. jangan heran atuh, sebab hubungan dengan
lawan jenis itu rentan banget disusupi oleh perasaan-perasaan lain yang
getarannya lebih dahsyat. Apalagi kalo ditambah naik bajaj, dijamin tambah
menggigil karena vibrasinya kuat banget (apa hubungannya?) :-)

Sobat muda muslim, sesama aktivis masjid atau organisasi kerohanian di
sekolah dan kampus, selalu saja muncul hal-hal tak terduga. Cinta lokasi
kerap mewarnai perjalanan hidup mereka. Iya dong, aktivis juga kan manusia.
Wajar banget dong untuk merasakan hal-hal seperti itu. Apalagi mereka sama-
sama sering bertemu. Bukankah pepatah Jawa mengatakan, witing tresno
jalaran soko kulino sering jadi rujukan untuk menggambarkan perasaan itu?
Ati-ati!

Hmm… rasa cinta itu muncul karena seringnya bersama atau bertemu, begitu
maksudnya? Yup, kamu cukup cerdas dalam masalah ini. Iya, jadi jangan kaget
or heran kalo sesama aktivis pengajian muncul perasaan itu. Apalagi di
antara mereka udah saling mengetahui kebiasaan masing-masing. Dijamin
perasaan ‘ser-seran’ keduanya dijembatani oleh seringnya komunikasi dan
frekuensi pertemuan. Udah deh, panah-panah asmara mulai dilepaskan dari
busur masing-masing dalam nuraninya. Duh gusti, itu artinya sang panah
asmara siap menembus hati masing-masing. Siap memekarkan bunga-bunga di
taman hati mereka. Seterusnya, jatuh hati dan saling memendam rindu. Uhuy!

Jadi, kalo nggak kuat-kuat amat imannya, kamu bakalan melakoni aktivitas
pacaran sebagaimana layaknya dilakukan oleh mereka yang masih awam sama
ajaran agama. Nggak terasa, di antara kamu mulai berani janjian untuk
ketemu di masjid. Walau mungkin masih malu-malu. Tapi jangan salah lho,
jika nafsu udah jadi panglima, akal sehat kamu pasti keroconya. Kamu lalu
deklarasi, “akal sehat saatnya minggir!”. Waduh, gimana jadinya kalo sesama
aktivis malah terjebak dalam perasaan-perasaan seperti ini?

Sobat muda muslim, memang ukhuwah itu tidak dibatasi cuma kepada satu jenis
manusia aja, tapi kepada dua jenis sekaligus, yakni laki dan wanita. Bahkan
ukhuwah islamiyah berdimensi sangat luas, yakni nggak dibatasi oleh waktu
dan tempat. Kapan pun dan di mana mereka berada, asal mereka adalah muslim,
itu saudara kita. Hanya saja, untuk ukhuwah dengan lawan jenis, memang ada
aturan mainnya sendiri, sobat. Nggak sembarangan, atau nggak sebebas dalam
bergaulnya seperti kepada teman satu jenis. Itu sebabnya, kita bahas
masalah ini di buletin kesayangan kamu ini. Betul? Loading…

Ketika cinta mulai menggoda

Rasa cinta itu unik. Nggak mengenal status seseorang, dan juga suka tiba-
tiba aja datang. Hadir dalam jiwa, menggerogoti hati, mengaduk-mengaduk
perasaan, yang akhirnya muncul rasa suka dan rindu. Duh, banyak pujangga
yang berhasil menorehkan kata-kata puitisnya tentang cinta. Sebab cinta itu
naluriah. Pasti dimiliki oleh seluruh manusia, termasuk hewan. Allah udah
memberikan rasa itu kepada manusia. Firman-Nya:“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-
wanita, anak-anak,” (QS Ali Imraan [3]:14)

Nah, gimana jadinya kalo sesama aktivis pengajian muncul rasa cinta? Nggak
masalah. Sah-sah saja kok. Bahkan sangat mungkin terjadi. Itu naluriah.
Cuma, tetap harus aman dan terkendali. Nggak boleh mengganggu stabilitas
nasional (ciiee.. bahasanya pejabat banget tuh!). Iya, saat cinta menggoda,
jarang yang bisa bertahan dari godaannya yang kadang menggelapkan mata dan
hati seseorang. Jangan heran dong kalo sampe ada yang nekat pacaran. Wah,
aktivis pengajian kok pacaran?

Sobat muda muslim, itu sebabnya kamu kudu bisa jaga diri. Ukhuwah islamiyah
di antara sesama aktivis pengajian tentunya nggak dinodai dengan perbuatan
yang mencemarkan nama baik organisasi, nama baik kamu, nama baik sesama
aktivis pengajian, dan yang jelas kesucian Islam. Jangan sampe ada
omongan, “aktivis pengajian aja pacarannya kuat, tuh! Muna deh!”. Coba,
gimana kalo sampe ada yang bilang begitu? Nyesek banget kan? Jelas lebih
dahsyat dari wabah SARS tuh! Upss...

Kalo udah gitu, bisa ngerusak predikat tuh. Bener. Sebab, serangan kepada
orang yang punya predikat ‘paham agama’ lebih kenceng. Jadi kalo ada
aktivis pengajian yang pacaran, orang di sekililing mereka dengan sengit
mengolok-olok, mencemooh, bahkan mencibir sinis. Kejam juga ya? Bandingkan
dengan orang yang belum paham agama, atau nggak aktif di organisasi
kerohanian Islam, biasa-biasa aja tuh. Sobat, inilah semacam ‘hukuman
sosial’ yang kudu ditanggung seseorang yang udah dipandang ngerti. Padahal,
sama aja dosanya. Tapi, seolah lebih besar kalo itu dilakukan oleh aktivis
pengajian. Gawat!

Wajar juga sih pandangan seperti itu. Sebab, umat kan lagi nyari siapa yang
dapat ia percayai dan teladani dalam kehidupannya. Jadi, jangan khianati
kepercayaan mereka kepadamu hanya gara-gara soal cinta yang kebablasan.
Sebab, mereka menganggap bahwa kamu mampu menjaga diri dan mungkin orang
lain. Nah, kalo kemudian kamu melakukan perbuatan yang merendahkan
martabatmu, rasanya pantes banget kalo kemudian mereka nggak percaya lagi
sama kamu yang aktif di pegajian. Betul apa betul?

Sobat muda muslim, cinta seketika bisa datang menggoda, hadir dalam jiwa,
memenuhi rongga dada, dan membawa asa yang menghempaskan segala duka yang
pernah ada. Hmm.. kalo itu yang kamu rasakan, harap hati-hati. Ukhuwah di
antara kamu jangan dinodai dengan aktivitas bejat, meskipun atas nama
cinta. Berbahaya. Jangan heran kalo Kahlil Gibran pernah bikin puisi
seperti ini: “Cinta berlalu di hadapan kita, terbalut dalam kerendahan
hati, tetapi kita lari darinya dalam ketakutan, atau bersembunyi di dalam
kegelapan; atau yang lain mengejarnya, untuk berbuat jahat atas namanya”

Jaga jarak aman!

Idih, emangnya mengendarai mobil sampe dibilang jaga jarak aman?
He..he..he... jangan salah euy, justru yang berbahaya adalah karena
seringnya deketen, apalagi sampe gesekan segala (emangnya kartu kredit main
gesek?).

Jaga jarak aman adalah cara ampuh menjaga hati kita untuk tidak melakukan
aktivitas berbahaya. Bukankah seringkali kamu tak berdaya jika deketan sama
orang yang kamu incer? Sebab, kalo nggak diatur dengan batasan ajaran
agama, kamu bisa kebablasan berbuat tuh. Bener. Jangan sampe kamu lakuin.
BTW, apa aja sih batasan bergaul dengan lawan jenis, khususnya sesama
aktivis? Iya, biar kita jadi ngeh, apa yang boleh dilakukan dan mana yang
terlarang untuk dilakoni. Supaya ukhuwah kita nggak bias dengan pacaran.

Pertama, kurangi frekuensi pertemuan yang nggak perlu. Memang, kalau sudah
cinta, berpisah sejam serasa 60 menit, eh maksudnya setahun. Bawaannya
pengen ketemu melulu. It’s not good for your health, guys! Ini nggak sehat.
Perbuatan seperti itu bukannya meredam gejolak, tapi akan memperparah
suasana hati kita. Pikiran dan konsentrasi kita malah makin nggak karuan.
Selain itu bukan mustahil kalau kebaikan yang kita kerjakan jadi tidak
ikhlas karena Allah. Misal, karena si doi jadi moderator di acara
pengajian, eh kita bela-belain datang karena pengen ngeliat si doi, bukan
untuk nyimak pengajiannya itu sendiri.

Yup, kurangi frekuensi pertemuan, apalagi kalau memang tidak perlu. Kalau
sekadar untuk minjem buku catatan, ngapain minjem pada si doi, cari aja
teman lain yang bisa kita pinjam bukunya. Lagipula, kalau kamu nggak
sabaran, khawatir ada pandangan negatif dari si doi. Bisa-bisa kamu dicap
sebagai ikhwan atau akhwat yang agre (maksudnya agresif). Zwing...zwing..
gubrak!

Kedua, jangan ‘menggoda’ dengan gaya bicara dan penampilan yang gimanaa..
gitu. Jadi, ketika kamu berbicara dengan lawan jenis harus diperhatikan
intonasi dan gaya bicaranya. Bagi wanita, jangan sekali-kali ketika
berinteraksi dengan anak cowok menggunakan gaya bicara yang mendayu-dayu
kayak penyanyi dangdut. Suaranya dibuat merdu merayu hingga menyisakan rasa
penasaran yang amat sangat bagi kaum lelaki. Wow! Firman Allah: “Jika kamu
bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lemah lembut (mengucapkan perkataan,
nanti orang-orang yang dalam hatinya ragu ingin kepadamu. Dan berkatalah
dengan perkataan yang baik. “ (QS. al-Ahzab [33]: 32)

Ketiga, menutup aurat. Nggak salah neh? Kalo aktivis kan udah ngeh soal itu
Bang? Bener. Harusnya memang begitu. Tapi, banyak juga yang belum tahu
bagaimana cara mengenakan busana sesuai syariat. Akhwatnya masih pake
kerudung gaul yang ‘cepak’ abis! (kalo yang bener kan ‘gondrong’.
He..he..). Iya, kerudungnya aja modis banget. Pake lipstik lagi bibirnya.
Bedakannya tebel banget pula. Minyak wanginya? Bikin ikan sekom ngapung!

Jadi buat para akhwat, jangan tabarujj deh. Duh, kebayang banget lucunya
kalo aktivis pengajian tabarujj alias tampil pol-polan dengan memamerkan
kecantikannya. Jangan ya, Allah Swt. berfirman: “...dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS
al-Ahzab [33]: 33)

Banyak lho yang mengaku aktivis masjid tapi kelakuannya masih begitu. Jadi,
mari kita sama-sama membenahi diri kita dan juga teman-teman yang lain
sesama aktivis masjid. perubahan memang butuh proses. Tapi, kudu dimulai
dari sekarang. Siap kan? Heu-euh!

Keempat, kurangi berhubungan. Mungkin ketemu langsung sih nggak, tapi
komunikasi jalan terus tuh. Mulai dari sarana ‘tradisional’ macam surat via
pos, sampe yang udah canggih macam via telepon, HP, dan juga internet.
Wuih, ketemu langsung emang jarang, tapi kirim SMS dan nelponnya kuat.
Apalagi kalo urusan chatting, pake ada jadwalnya segala. Udah gitu, kirim-
kirim e-mail pula. Hmm... jadi tetep berhubungan kan? Emang sih bukan masuk
kategori khalwat. Tapi kan bisa menumbuhkan rasa cinta, suka, dan sayang?
Nggak percaya? Jangan dicoba! He..he..

Kelima, jaga hati. Ya, meski sesama aktivis pengajian, bisikan setan tetap
berlaku. Bahkan sangat boleh jadi makin kuat komporannya. Itu sebabnya,
kalo hatimu panas terus karena panah asmara itu, dinginkan hati dengan
banyak mengingat Allah. Mengingat dosa-dosa yang udah kita lakukan ketika
sholat dan membaca al-Quran. Firman Allah Swt.: “Ingatlah dengan mengingat
Allah hati menjadi tenang.” (ar-Ra’du [13]: 28)

Oke deh, kamu udah punya modal sekarang. Hati-hatilah dalam bergaul dengan
teman satu pengajian. Jaga diri, kesucian, dan kehormatan kamu dan temanmu.
Jangan nekat berbuat maksiat. Kalo udah TKD alias Teu Kuat Deui, segera
menikah saja (kalo emang udah mampu). Kalo belum mampu? Banyakin aktivitas
bermanfaat dan seringlah berpuasa.

Emang sih kalo pengen ideal, kudu ada kerjasama semua pihak; individu,
masyarakat dan juga negara. Hmm.. soal cinta juga urusan negara ya? Negara
wajib meredam dan memberantas faktor-faktor yang selalu ngomporin
masyarakat untuk berbuat yang nggak-nggak. Betul? Jadi, jangan sampe
ukhuwah kita berubah jadi demenan! Catet ya.

ngutip dari tulisan seorang sahabat