Sunday, June 28, 2009

Penyakit Ukhuwah

Maraknya pertentangan antarberbagai kelompok dalam tubuh umat Islam
akhir-akhir ini sungguh sangat memprihatinkan sekaligus sangat
memalukan. Betapa tidak. Ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian,
kesejukan, ketenangan, dan sangat toleran dalam menghadapi berbagai
perbedaan pendapat, ternyata tidak mampu diterjemahkan dan
diaplikasikan dalam realitas kehidupan oleh umat Islam. Terlebih lagi
oleh para elite, para tokoh, dan para pemimpin, yang seharusnya
memberikan contoh dan teladan.

Tidak ada keuntungan sama sekali yang akan diraih oleh para pihak
yang terlibat pertentangan, kecuali hanyalah menguras energi,
menguras kekuatan, menghambur-hamburkan sumber daya dan dana. Ia juga
dapat menghancurkan semangat ukhuwah islamiyyah yang seharusnya
menjadi ciri utama dari keberagaman kita. Harus disadari, tanpa
adanya ukhuwah islamiyyah, maka tidak akan ada iman dan takwa. Tanpa
landasan takwa, maka tidak mungkin kita dapat membangun ukhuwah dalam
kehidupan.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin
Malik, Rasulullah saw bersabda, "Seorang tidak dikatakan beriman,
sebelum dia mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri." Karena itu, Allah SWT sangat mencela dan membenci sikap dan
tindakan yang menjurus pada pertentangan, berbantah-bantahan, dan
permusuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, "Dan taatlah
kalian kepada Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kalian berbantah-
bantah (bertentangan) yang menyebabkan kalian menjadi gagal dan
gentar (dalam menghadapi musuh) dan akan hilang pula kekuatanmu. Dan
bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (QS
8: 46).

Pertanyaan yang sering timbul saat ini, mengapa perbuatan yang
mengundang kebencian dan kemurkaan Allah SWT itulah yang sering
ditampilkan? Kenapa penyakit ukhuwah islamiyyah yang justru
dipelihara? Mengapa kita senang membenci orang-orang yang beriman?
Kenapa kita tidak senang dan bangga dengan kesatuan dan persatuan
umat? Mengapa kita tidak dapat mengendalikan diri, mengendalikan
emosi, mengendalikan ucapan dan tindakan, serta mengapa kita tidak
mau mengalah untuk sesuatu hal yang bersifat jangka pendek (seperti
jabatan dan kedudukan) guna meraih kemenangan yang jauh lebih besar?
Atau memang, tujuan kita hanyalah sekadar mendapat pujian dari
masyarakat, meraih kedudukan dan jabatan duniawi yang sifatnya sangat
sesaat dan sementara?

Jika dilihat dan dikaji dalam berbagai ayat Al-Quran, seperti firman
Allah SWT dalam QS 3:103 dan QS 8:63, maka dapatlah diketahui bahwa
persoalan ukhuwah adalah persoalan hati. Persoalan ukhuwah bukanlah
semata-mata persoalan persepsi yang berbeda tentang suatu masalah.
Betapa banyak perbedaan persepsi dan pendapat yang terjadi antara
para ulama terdahulu, seperti antara Imam Syafi'i dengan Imam Hanafi.
Tetapi, mereka tetap saling menghormati, menyayangi, dan tetap
bekerja sama, karena hati mereka yang bening, jujur, dan ikhlas dalam
menyikapi perbedaan tersebut. Dari sini kita dapat melihat bahwa
hanya orang-orang yang memiliki hati yang bening, jernih, jujur, dan
takwa kepada Allah SWT yang akan mampu membangun ukhuwah islamiyyah
tersebut. Sedangkan orang-orang yang hatinya berpenyakit, kotor, dan
rusak, pasti tidak dapat membangun ukhuwah, kecuali hanya sesaat. Itu
pun jika menguntungkan dirinya dan kelompoknya.

Beberapa penyakit hati yang mengotori dan merusak ukhuwah islamiyyah
antara lain adalah:

Pertama, takabur dan sombong. Yaitu merasa diri paling benar, paling
baik, dan paling berjasa dibandingkan dengan yang lainnya.
Kesombongan yang semacam ini akan menihilkan peranan dan kemampuan
orang lain dalam membangun sebuah organisasi atau sebuah institusi.
Orang yang sombong pasti tidak akan mau menerima kritik, saran, dan
nasihat dari orang lain karena setiap kritikan itu disikapinya
sebagai upaya untuk menjatuhkan dirinya.

Kedua, rakus atau tamak. Yaitu keinginan yang tidak terkendali untuk
menguasai materi, jabatan, kedudukan, dan hal-hal duniawi lainnya.
Orang yang rakus akan berusaha untuk mempertahankan jabatan dan
kedudukannya walaupun ia sendiri sesungguhnya sama sekali tidak
memiliki prestasi. Ketamakan adalah cerminan dari kefakiran dan
kemiskinan spiritual, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis
riwayat Imam Thabrani bahwa Rasulullah saw bersabda, "Jauhilah oleh
kamu sekalian sifat rakus itu, karena kerakusan itu merupakan
cerminan dari kemiskinan hati."

Ketiga, hasad, iri, dan dengki. Yaitu sikap tidak senang dengan
keberhasilan, keunggulan dan kelebihan orang lain, walaupun orang
yang berhasil itu adalah saudara atau sahabatnya, sebagaimana
peristiwa yang terjadi antara kedua anak Nabi Adam as, yaitu Qabil
dan Habil. Keunggulan orang lain dianggap sebagai ancaman dan bukan
dianggap sebagai peluang untuk membangun kekuatan secara bersama-
sama, dengan saling melengkapi dan mengisi kekurangan masing-masing.

Ketiga penyakit itulah sesungguhnya merupakan sumber perpecahan dan
pertentangan, karena dari ketiganyalah dosa dan kemaksiatan kepada
Allah maupun kepada sesama manusia akan tumbuh dengan subur, seperti
disebutkan dalam hadis riwayat Ibnu 'Asaakir dari Ibnu Mas'ud. Karena
itu upaya membangun ukhuwah islamiyyah pada hakikatnya adalah
berusaha seoptimal mungkin menghilangkan penyakit-penyakit rohani
tersebut. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

dikutip dari artikel Republika Online:
Kolom Refleksi
Minggu, 27 Januari 2002
Penyakit Ukhuwah
oleh: Bapak Didin Hafidhuddin

No comments:

Post a Comment