Tuesday, July 7, 2009

Urgensi Kualitas dan Akibat Mengabaikannya

Layaknya seperti seorang petani yang memiliki lahan bercocok tanam yang semakin luas, maka dibutuhkan kuantitas petani yang lebih banyak lagi. Dan supaya pertanian nya memberikan hasil yang memuaskan maka kualitas para petani juga harus diperharikan. Begitu pun dalam dakwah, Kualitas kader dalam kehidupan dakwah harus senantiasa mengikuti kebutuhan marhaliyah dan mihwar dakwah. Semakin meningkat marhalah dan semakin meluas mihwar dakwah, maka kualitas kader pun dituntut untuk semakin berkembang. Bila yang terjadi sebaliknya, maka akan muncul bencana bagi dakwah. Apa bentuk bencana itu?

Pertama, akan muncul kader-kader yang tidak mampu istiqamah di dalam mengikuti irama perjalanan dakwah yang dinamis. Ia akan tersibukkan oleh problem-problem personal dan terjauhkan dari aktifitas dakwah. Ingatlah, ayat yang membuat rambut nabi Muhammad SAW beruban adalah: "Maka istiqamahlah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlak kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. 11:112 ). Kesabaran untuk menggapai janji-janji Allah adalah kunci rahasianya. "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. 18:28).

Kedua, munculnya sebagian kader yang menginginkan kehidupan dakwah sebagai sesuatu yang ringan dan menyenangkan secara duniawi. Mereka menjadi enggan ketika perjalanan dakwah ini begitu panjang dan membutuhkan pengorbanan yang banyak. Mereka cenderung menjadi orang yang ingin "hidup dari dakwah" dan bukan "menghidupi dakwah". Perhatikan peringatan Allah SWT: "Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup, tetulah kami berangkat bersamamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka sesungguhnya benar-benar orang yang berdusta." (QS. 9:42).

Ketiga, munculnya ketidakmampuan di dalam menjalankan misi dakwah ditengah-tengah masyarakat. Ini karena daya dukung dan daya topang yang dimiliki kader semacam ini, tidak seimbang dengan kebutuhan dan tuntutan dakwah yang semakin terbuka. Allah SWT mengarahkan Rasulullah SAW untuk menyiapkan diri sedemikian rupa agar mampu mengemban misi dakwah yang besar dan berat. "Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah." (QS. 74: 1-7).

Keempat, akibat dari ketiga hal ini, dakwah menjadi disibukkan oleh problematika internal yang menguras energi dakwah, sehingga tidak mampu menjalankan misi-misi perubahan secara efektif. Padahal misi utama dakwah adalah melakukan perubahan dan perbaikan secara nyata. "... Dan aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali." (QS. 11:88).

Kelima, akibat ketidakmampuan ini, timbul kesenjangan antara harapan besar masyarakat dengan apa yang bisa diberikan oleh dakwah. Lalu terjadi krisis kredibilitas dan krisis legitimasi. Krisis ini bisa jadi akan diperamai oleh sejumlah kasus-kasus negatif yang muncul ke permukaan. Perhatikan peringatan Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (QS. 61:2-3).

Terakhir, pada saat semacam itulah, akan muncul pikiran di sebagian kader yang lemah, untuk menarik kembali dakwah ke belakang. Mereka merasa lebih nyaman ketika dakwah ini belum berhadapan langsung dengan masyarakat secara terbuka. Cukuplah pelajaran dari kisah perang Uhud berikut ini: "Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas", jikalau mereka mengetahui." (QS. 9:81). Inilah bencana yang bisa terjadi pada dakwah manakala aspek kualitas diabaikan.

No comments:

Post a Comment